HARI RAYA PENTAKOSTA
dan
PERAN PENTING ROH KUDUS DALAM KARYA KESELAMATAN
Kemudian kamu harus menghitung, mulai
dari hari sesudah sabat itu, yaitu waktu kamu membawa berkas persembahan
unjukan, harus ada genap tujuh minggu; sampai pada hari sesudah sabat yang
ketujuh kamu harus hitung lima puluh hari; lalu kamu harus empersembahkan
korban sajian yang baru kepada TUHAN. (Imamat 23:15-16)
Itulah asal-mula peringatan pentakosta bangsa Israel,
salah satu hari raya pertemuan kudus yang menjadi ketetapan yang disampaikan Tuhan
kepada bangsa Israel sebagai kewajiban. Pentakosta dalam bahasa aslinya adalah pentēkonta hēmeras atau dalam bahasa Ibrani ḥamiššîm yôm, yang artinya
adalah kelima puluh berdasarkan jumlah hari dimulai dari umat Israel
membawa berkas hasil tuaian pertama pada peringatan paskah (peringatan
keluarnya bangsa Israel dari perbudakan bangsa Mesir).
Bangsa Israel merayakan masa
Pentakosta (tujuh minggu) sebagai waktu panen raya (menuai hasil tanaman di
ladang), pada hari yang ke lima puluh dilaksanakan pertemuan kudus, segenap
umat tidak boleh melaksanakan pekerjaan yang berat. Sebuah peringatan penuh sukacita,
mengekspresikan ungkapan syukur serta kegembiraan atas kasih dan penyertaan
Tuhan yang melepaskan bangsa Israel dari perbudakan bangsa Mesir. Terlebih dari
semua itu, bangsa Israel merayakan Pentakosta sebagai peringatan atas
perjanjian rekonsiliasi Tuhan dengan bangsa Israel sebagai umat yang dipilih
oleh Tuhan.
Pada masa inter-testamental dan setelahnya, Pentakosta selalu dihubungkan sebagai
peringatan atas peristiwa Tuhan memberikan sepuluh hukum di gunung Sinai
melalui perantaraan Musa. Orang-orang saduki memperingatinya pada hari ke lima
puluh yang dimulai pada hari Sabat peringatan paskah (hal ini diikuti sampai
hari ini oleh umat Kristen). Sedangkan para kaum Farisi memperingati pentakosta
sebagai hari raya Roti Tidak Beragi. Itulah sebabnya pada sistem penanggalan
Yahudi peringatan Pentakosta jatuh pada hari yang berbeda pada minggu tersebut.
Pada masa Perjanjian Baru, terdapat
tiga sumber yang dapat kita kaitkan dengan peristiwa Pentakosta: (1) Kisah Para
Rasul 2:1, setelah kebangkitan Yesus Kristus dan kenaikan-Nya ke Sorga, para
murid berkumpul pada sebuah rumah di Yerusalem, dan mereka menyaksikan
peristiwa adikodrati, yaitu lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan
hinggap pada mereka masing-masing. Mereka dipenuhi dengan kuasa Roh Kudus, para
murid mampu berbicara dalam bahasa-bahasa asing, dan Petrus menjadi pemimpin mereka
menyampaikan kotbah atas penggenapan nubuatan nabi Yoel. (2) Kisah Para Rasul 20:16 menuliskan, Paulus telah memutuskan untuk tidak singgah
di Efesus, supaya jangan habis waktunya di Asia. Sebab ia buru-buru agar jika
mungkin, ia telah berada di Yerusalem pada hari raya Pentakosta. (3) I
Korintus 16:8-9 menuliskan perkataan Paulus, “Tetapi aku akan tinggal di Efesus sampai hari raya Pentakosta, sebab
di sini banyak kesempatan bagiku untuk mengerjakan pekerjaan besar dan penting,
sekalipun ada banyak penentang.”
Perayaan Pentakosta pada masa perjanjian
baru memperingati peristiwa turunnya Roh Kudus yang memampukan para murid-murid
untuk mengerjakan tugas dan panggilan mereka sebagai saksi dan pelayan Kristus.
Mereka bekerja bukan bergantung dengan kekuatan ataupun kelebihan yang mereka
miliki, melainkan sepenuhnya bergantung kepada kekuatan Roh Kudus sebagai
pengganti yang setara dengan Yesus Kristus yang telah naik ke Sorga. Roh Kudus
berperan sangat penting dalam memberikan kekuatan, penghiburan, penyertaan,
perlindungan serta pemberi karunia dalam seluruh pekerjaan pelayanan Tuhan
melalui umat manusia yang percaya kepada-Nya.
Pentakosta menjadi begitu penting
maknanya, karena perayaan pentakosta tidak lagi sebagai pertemuan raya yang
penuh sukacita bangsa Israel, atau sekedar memaknai fenomena ‘adi-kodrati’
munculnya lidah api sebagai deskripsi pencurahan kuasa Roh Kudus. Umat Kristen
perlu melihat jauh lebih luas melalui peristiwa Pentakosta, yaitu karya
keselamatan masih terus berlangsung hingga saat ini, sebuah kolaborasi antara
Allah (Roh Kudus) bersama manusia, menjadi manifestasi penyerahan diri kepada
kepemimpinan Allah dalam seluruh aspek kehidupan kita.
Lalu bagaimana peran dan kepemimpinan
Roh Kudus dalam setiap gerak langkah pelayanan gereja di tengah-tengah
masyarakat dan bangsa Indonesia? Bagaimanakah Roh Kudus senantiasa terlibat
bersama dengan jemaat Tuhan didalam melaksanakan tugas panggilan sebagai saksi
dan pelayan untuk menyatakan tanda-tanda Kerajaan Sorga? Dan apakah Roh Kudus telah
benar-benar menjadi ‘PARAKLETOS’ dalam
kehidupan kita secara pribadi?