Jumat, 04 Mei 2012


HARI RAYA PENTAKOSTA dan 
PERAN PENTING ROH KUDUS DALAM KARYA KESELAMATAN

Kemudian kamu harus menghitung, mulai dari hari sesudah sabat itu, yaitu waktu kamu membawa berkas persembahan unjukan, harus ada genap tujuh minggu; sampai pada hari sesudah sabat yang ketujuh kamu harus hitung lima puluh hari; lalu kamu harus empersembahkan korban sajian yang baru kepada TUHAN. (Imamat 23:15-16)

Itulah asal-mula peringatan pentakosta bangsa Israel, salah satu hari raya pertemuan kudus yang menjadi ketetapan yang disampaikan Tuhan kepada bangsa Israel sebagai kewajiban. Pentakosta dalam bahasa aslinya adalah pentēkonta hēmeras atau dalam bahasa Ibrani amiššîm yôm, yang artinya adalah kelima puluh berdasarkan jumlah hari dimulai dari umat Israel membawa berkas hasil tuaian pertama pada peringatan paskah (peringatan keluarnya bangsa Israel dari perbudakan bangsa Mesir).

Bangsa Israel merayakan masa Pentakosta (tujuh minggu) sebagai waktu panen raya (menuai hasil tanaman di ladang), pada hari yang ke lima puluh dilaksanakan pertemuan kudus, segenap umat tidak boleh melaksanakan pekerjaan yang berat. Sebuah peringatan penuh sukacita, mengekspresikan ungkapan syukur serta kegembiraan atas kasih dan penyertaan Tuhan yang melepaskan bangsa Israel dari perbudakan bangsa Mesir. Terlebih dari semua itu, bangsa Israel merayakan Pentakosta sebagai peringatan atas perjanjian rekonsiliasi Tuhan dengan bangsa Israel sebagai umat yang dipilih oleh Tuhan.

Pada masa inter-testamental dan setelahnya, Pentakosta selalu dihubungkan sebagai peringatan atas peristiwa Tuhan memberikan sepuluh hukum di gunung Sinai melalui perantaraan Musa. Orang-orang saduki memperingatinya pada hari ke lima puluh yang dimulai pada hari Sabat peringatan paskah (hal ini diikuti sampai hari ini oleh umat Kristen). Sedangkan para kaum Farisi memperingati pentakosta sebagai hari raya Roti Tidak Beragi. Itulah sebabnya pada sistem penanggalan Yahudi peringatan Pentakosta jatuh pada hari yang berbeda pada minggu tersebut.



Pada masa Perjanjian Baru, terdapat tiga sumber yang dapat kita kaitkan dengan peristiwa Pentakosta: (1) Kisah Para Rasul 2:1, setelah kebangkitan Yesus Kristus dan kenaikan-Nya ke Sorga, para murid berkumpul pada sebuah rumah di Yerusalem, dan mereka menyaksikan peristiwa adikodrati, yaitu lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Mereka dipenuhi dengan kuasa Roh Kudus, para murid mampu berbicara dalam bahasa-bahasa asing, dan Petrus menjadi pemimpin mereka menyampaikan kotbah atas penggenapan nubuatan nabi Yoel. (2)  Kisah Para Rasul 20:16 menuliskan, Paulus telah memutuskan untuk tidak singgah di Efesus, supaya jangan habis waktunya di Asia. Sebab ia buru-buru agar jika mungkin, ia telah berada di Yerusalem pada hari raya Pentakosta. (3) I Korintus 16:8-9 menuliskan perkataan Paulus, “Tetapi aku akan tinggal di Efesus sampai hari raya Pentakosta, sebab di sini banyak kesempatan bagiku untuk mengerjakan pekerjaan besar dan penting, sekalipun ada banyak penentang.”


Perayaan Pentakosta pada masa perjanjian baru memperingati peristiwa turunnya Roh Kudus yang memampukan para murid-murid untuk mengerjakan tugas dan panggilan mereka sebagai saksi dan pelayan Kristus. Mereka bekerja bukan bergantung dengan kekuatan ataupun kelebihan yang mereka miliki, melainkan sepenuhnya bergantung kepada kekuatan Roh Kudus sebagai pengganti yang setara dengan Yesus Kristus yang telah naik ke Sorga. Roh Kudus berperan sangat penting dalam memberikan kekuatan, penghiburan, penyertaan, perlindungan serta pemberi karunia dalam seluruh pekerjaan pelayanan Tuhan melalui umat manusia yang percaya kepada-Nya.

Pentakosta menjadi begitu penting maknanya, karena perayaan pentakosta tidak lagi sebagai pertemuan raya yang penuh sukacita bangsa Israel, atau sekedar memaknai fenomena ‘adi-kodrati’ munculnya lidah api sebagai deskripsi pencurahan kuasa Roh Kudus. Umat Kristen perlu melihat jauh lebih luas melalui peristiwa Pentakosta, yaitu karya keselamatan masih terus berlangsung hingga saat ini, sebuah kolaborasi antara Allah (Roh Kudus) bersama manusia, menjadi manifestasi penyerahan diri kepada kepemimpinan Allah dalam seluruh aspek kehidupan kita. 

Lalu bagaimana peran dan kepemimpinan Roh Kudus dalam setiap gerak langkah pelayanan gereja di tengah-tengah masyarakat dan bangsa Indonesia? Bagaimanakah Roh Kudus senantiasa terlibat bersama dengan jemaat Tuhan didalam melaksanakan tugas panggilan sebagai saksi dan pelayan untuk menyatakan tanda-tanda Kerajaan Sorga? Dan apakah Roh Kudus telah benar-benar menjadi ‘PARAKLETOS’ dalam kehidupan kita secara pribadi?

Tidak ada komentar: