Sabtu, 21 Mei 2011

PEMIKIRANKU


Saya melihat ada kelemahan kita (majelis jemaat) dalam melakukan pendampingan (entah ada pendampingan atau tidak ya?) di dalam penerapan kebijakan strategis ke level operasional, sehingga permasalahan seputar penetapan/pelaksanaan program pelayanan dan pemanfaatan anggaran yang dapat dimonitor, menentukan prosedur yang tepat sebagai solusi untuk problem yang terjadi/muncul. Bertolak dari sini, bagaimana kita menyikapinya? Bahkan lebih dari itu apakah kita dapat merumuskan pemahaman yang tepat dalam memutuskan kegiatan program pelayanan dan anggaran yang diprioritaskan sejalan dengan rencana pengembangan GKI Kwitang yang diwacanakan melalui tema tahun pelayanan yang diberlakukan?

Secara pribadi saya banyak belajar (bahasan kerennya 'pencerahan') ketika menghadiri seminar yang dilaksanakan ditengah-tengah persidangan Sinwil GKI Jateng pada September 2010, saya melihat ada arah yang jelas dan tegas dari misi GKI untuk terlibat dalam seluruh aspek kehidupan manusia (tentunya tanpa kehilangan identitasnya) serta bagaimanakah gereja dapat berfungsi secara signifikan secara internal dan relevan secara eksternal. Saya memahaminya ada semangat besar GKI (dan kita adalah bagian yang tidak terpisahkan didalamnya) untuk mewujudkan serta meningkatkan peranan gereja bagi kehidupan spiritualitas jemaat serta relasi yang hidup dengan masyarakat dan pemerintah (bangsa dan negara). Tidak sampai disitu saja, melalui penyusunan Buku Laporan Kehidupan Jemaat, saya juga belajar bagaimana jemaat GKI yang lain telah melangkah lebih cepat dari kita untuk menempati posisi jemaat/gereja yang berperan secara signifikan dan relevan bagi kehidupan spiritual pribadi jemaat, keluarga jemaat, dan masyarakat melalui kegiatan diakonia yang memberdayakan (transformatif) sekalipun masih ada hambatan dan kendala dalam internal jemaat.

Saat ini kita masih dalam tahap konsolidasi, namun sayangnya kita belum mencapai pada sebuah iklim jemaat yang seia dan sekata, sehati dan sepikiran (kasarnya kita masih ribut ngurusin hal-hal birokratis, formalitas, dan kurang berani untuk terbuka). Hal ini merupakan indikator kuat bagi jemaat/gereja yang tidak berfungsi dengan baik dan benar, dan celakanya segala sesuatu yang kurang atau tidak berfungsi pada akhirnya pasti mati.

Mohon permisi untuk saya memakai istilah “Ikan yang akan busuk dimulai dari kepalanya” buat saya cukup vulgar dan bikin merah kuping kita. Tapi saya berusaha -dan sengaja- memunculkan kegelisahan dan  penyadaran diantara kita semua untuk segera mewujudkan kondisi dan bentuk jemaat/gereja yang seperti Tuhan harapkan. Bahwa kita adalah jemaat yang secara khusus diberikan kesempatan menduduki jabatan tertentu (entah itu pendeta, penatua, pengurus komisi/tim/panitia) membawa konsekuensi keterlibatan aktif dalam segala bentuk kegiatan dan pelayanan gereja yang ada, dengan demikian dapat dikatakan kita adalah pemimpin dalam jemaat/gereja. Beberapa hal yang dilihat oleh anggota jemaat terhadap pemimpin/pelayan jemaat adalah:
  1. Keteladanan: mencakup sikap dan tingkah laku yang positif untuk diikuti (ditiru), prilaku yang rendah hati, karakter yang positif.
  2. Jujur : hal ini berlaku bagi siapapun (tanpa kecuali), jika tidak bagaimana pelayanan dapat dibangun dan memberikan dampak yang baik kepada jemaat? Dengan kejujuran dapat diciptakan suasana yang terbuka, saling mengingatkan satu dengan yang lain tanpa kuatir timbul perpecahan dan kecurigaan.
  3. Perkataan: tidak menimbulkan keresahan karena tidak mampu mengendalikan salah satu otot badan kita, tidak membicarakan orang lain walaupun sesuai dengan kenyataannya, mengucapkan janji-janji yang dapat direalisasikan, selalu mengucapkan kata-kata yang membangun, memotivasi dan menambah keyakinan jemaat.
  4. Etos Kerja: pelayanan kita adalah kerja dan ibadah buat Tuhan  yang mana kita telah diberikan upah di muka (jangan bilang pelayanan ini sukarela, dan tidak boleh dipaksakan alias suka-suka), bekerja dengan sepenuh hati dan mampu mewujudkan team work yang baik.
  5. Akuntable: memiliki nilai tambah dari setiap pelayanan yang telah kita laksanakan dengan penuh tanggungjawab sesuai dengan bidang tugas dan kompetensi yang dimiliki.
Jemaat atau gereja merupakan sebuah wadah atau komunitas yang didalamnya terdapat anggota, yaitu  orang-orang yang memiliki perbedaan (plural) dalam banyak hal -budaya, sosial, pendidikan, ekonomi, etnis dan pemahaman politik-, tentunya menjadi tantangan besar bagi para pendeta, penatua dan aktivis jemaat untuk memahami serta memenuhi kebutuhan anggota jemaat sekalipun sudah ada program pelayanan yang direncanakan dengan matang. Dalam rangka itulah maka kegiatan-kegiatan gereja yang bersifat dialogis (bukan fatwa) perlu diadakan  secara dua arah, hal ini dimaksudkan untuk lebih mendekatkan diri serta berbaur dan mengalami sendiri pergumulan jemaat. Dialog dengan jemaat perlu difokuskan pada arah yang konstruktif dan positif dengan lebih banyak porsi mendengarkan dan diakhiri doa bersama-sama (hal ini wajib menjadi kebiasaan kita bersama) sehingga memunculkan kenyamanan dan rasa saling percaya yang dalam. Apabila budaya dialog tercipta maka diharapkan iklim atau suasana berjemaat dan bergereja menjadi lebih intim dan hangat (karena sudah saling mengenal), timbul keterbukaan (transparansi), kemungkinan tendensi saling curiga hilang atau minimal, dan pastinya jemaat bersatu dan saling mendukung dalam hal-hal menuju pembangunan jemaat yang lebih sehat dan dewasa.

Menuju perwujudan jemaat atau gereja seperti yang diharapkan bukan hal yang mudah, butuh proses panjang dan perjuangan tidak kenal lelah bahkan pengorbanan besar. Namun semua itu bukanlah hal yang tidak mungkin. Meminjam istilah dari Pdt. GJS, kita  butuh orang-orang ‘edan’ supaya jemaat atau gereja bertransformasi dan menuju kearah yang postif dan lebih baik. Pdt. Joas Adiprasetya juga pernah mengatakan dibutuhkan 'ekstrim solution for ekstrim problem' agar gereja dapat signifikan dan relevan. Ada berapa banyak orang edan di GKI Kwitang untuk menghasilkan ekstrim solution sehingga kompleksitas permasalahan, kontradiksi aturan dalam tubuh gereja (sekalipun ada tager dan talak) jadi beres? Jangan disalah mengertikan kalau jemaat GKI Kwitang butuh keedanan seseorang yang tidak terkonsep dan tak bertanggungjawab sehingga seenaknya saja masuk dan coba untuk mengatur dan memperbaiki keadaan. Jika boleh menafsirkan ke'edan'an yang dimaksud disini adalah orang-orang yang memiliki:
  1. Karakter kuat: orang yang berkarakter kuat dapat mewujudkan perubahan-perubahan baik sekalipun banyak orang atau kelompok (status quo) yang menentang perubahan.
  2. Tekun: orang-orang yang tekun mampu bertahan dalam segala bentuk tekanan dan hambatan, mereka inilah yang akan terus bekerja dan dapat mewujudkan transformasi gereja.
  3. Sabar: orang-orang yang sabar sangat diperlukan dalam upaya mewujudkan transformasi gereja, mereka mampu bertindak secara terukur dan penuh kendali. Orang-orang yang sabar dibutuhkan bagi pelayanan konseling jemaat, merekalah pendengar alami yang terbaik.
  4. Kharismatic: kekuatan/kharisma mampu memberikan dukungan moril pada saat yang lainnya sedang patah semangat dan kehilangan arah, orang-orang seperti ini tentu sangat diperlukan.
Namun yang terpenting dalam upaya-upaya untuk mewujudkan perbaikan dan pembaharauan menuju gereja yang terus bertransformasi adalah sekelompok orang-orang 'edan' yang memiliki tingkat spiritualitas yang cukup, hal ini menjadi fundamental dikarenakan transformasi terjadi terus  menerus/kontinu, dengan demikian ada skala waktu yang tidak terbatas (sepanjang gereja terus ada di muka bumi) maka diperlukan kaderisasi, mentoring dan pembinaan yang sistematis dan direncanakan. Spiritualitas pribadi sangat diperlukan untuk menjaga arah pembangunan jemaat dan gereja yang terus bertumbuh dan tidak melenceng.

Saya tetap memiliki keyakinan bahwa jemaat GKI Kwitang mampu berbuat lebih banyak lagi didalam usahanya mewujudkan jemaat/gereja seperti yang diharapkan Sang Empunya Gereja, Yesus Kristus. Kita memiliki seluruh sumberdaya yang dibutuhkan sambil percaya akan penyertaan Roh Kudus yang terus bekerja memberi kekuatan kepada kita yang melayani maupun yang dilayani. Tuhan memberkati.

Tidak ada komentar: