Kamis, 19 Mei 2011

TUGAS ORANG TUA DI ZAMAN MODERN

Kehidupan manusia dihadapkan pada bermacam-macam masalah, misalnya; kenakalan anak-anak, hubungan suami istri yang renggang, depresi, bunuh diri, hamil di luar nikah, dan sebagainya. Umumnya, masalah-masalah tersebut disebabkan oleh pembinaan karakter, pembentukan kepribadian dan pola hidup yang seharusnya ditanamkan sejak dini di dalam keluarga. Banyak orang tua yang tidak menyadari tugas dan tanggung-jawabnya untuk mendidik dan mengarahkan anak-anak sedini mungkin. Adalah lebih baik mencegah masalah timbul ketimbang melihat kehancuran hidup anak-anak kelak.

Masa pembentukan watak yang paling kritis adalah pada usia di bawah lima tahun (balita), sementara kepribadian terbentuk pada usia prasekolah. Pola pikir dan pengertian seorang anak tentang baik dan buruk hampir terangkum sebelum menginjak usia remaja.

Pada usia remaja, perbaikan dapat diharapkan sedikit saja, yaitu pada masalah-masalah yang belum terpikirkan oleh anak.

Untuk memperbaiki sesuatu yang sudah terbiasakan, waktu yang diperlukan tidak sedikit, dan hanya efektif setelah si anak menghadapi musibah-musibah akibat kesalahannya sendiri.

Oleh sebab itu, pembentukan kepribadian yang sehat merupakan tugas kita semua, baik orangtua, guru sekolah, ataupun orang yang dianggap lebih tua dan dapat dipercaya (termasuk didalamnya adalah pendeta). Banyak rohaniawan menghabiskan waktunya dalam menangani kasus-kasus konseling kepada orang dewasa yang tidak menyadari dan mengoreksi kekeliruan dari teladan dan ajaran orang tua serta gurunya dahulu.

TUGAS ORANG TUA DI ERA GLOBALISASI

Situasi yang sedang kita hadapi tidak jauh berbeda dengan zaman dahulu. Era globalisasi pertama adalah globalisasi dosa, yang dimulai dari Adam dan Hawa. Sejak itu, disepanjang sejarah umat Israel dan gereja Kristen, kaum beriman menghadapi perlawanan dan perseteruan. Namun pertentangan itu normal, terutama bagi orang Kristen, karena kesaksian yang baik merupakan pukulan kepada orang berdosa serta kekalahan bagi si Iblis (Yoh 15:9-17, I Tes 1)

Orang Kristen selalu menghadapi masyarakat berdosa, bahkan dengan tugas yang tidak berubah dari zaman ke zaman. Era globalisasi ini pun menghadapkan kita pada situasi dan kondisi yang semakin memburuk, misalnya:
  1. Anak-anak diserang dengan ajaran-ajaran yang bertentangan dengan iman Kristen. Alkitab diremehkan dengan mengatasnamakan ilmu pengetahuan modern, padahal firman Allah berkuasa memperkokoh anak-anak kita terhadap globalisasi nilai-nilai buruk. Alkitab dianggap kuno (ketinggalan zaman) dan sudah tidak relevan dengan keadaan saat ini.
  2. Sebenarnya Roh Allah bersedia menolong orang tua untuk membina anak-anak dalam menghadapi segala ancaman. Sayangnya nilai-nilai luhur keluarga pun semakin merosot sehingga kebanyakan orang tua mengabaikan tanggung jawab mereka sebagai pengarah anak.
  3. Teknologi modern menyediakan banyak hal-hal baru sehingga orang tua tergoda materialisme. Orang tua sibuk mencari uang untuk memenuhi keinginan bukannya kebutuhan.
Di Indonesia pergeseran mental orang tua (selama kurang lebih 50 tahun) sangat terasa dan jelas. Sekarang orang tua (ayah dan ibu) lebih banyak menghabiskan waktu dan konsentrasi kepada hal-hal lain ketimbang kepada anak-anak mereka.

KEHENDAK ALLAH BAGI UMATNYA

Kehendak Allah bagi pendidikan dan perlindungan anak sudah jelas dalam Perjanjian Lama. Dalam hal itu, umat Israel tidak bertugas untuk merumuskan kebijakannya sendiri. Tata hidup yang membahagiakan sudah ditetapkan oleh Allah, Sang Pencipta.

Dalam Ulangan 6:4-9 6:4. Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.
Ketetapan itu mewajibkan setiap keluarga mengabdi kepada Allah karena Dialah satu-satunya yang membebaskan umatNya dari perbudakan.

Pola pendidikan yang ditetapkan Allah itu berpusat pada rumah tangga dan mengutamakan pendidikan SEDINI MUNGKIN. Sebagaimana orang tua mengabdi kepada Allah yang hidup (Markus 12:26-27), semua anak pun harus mempelajari dan meneruskan struktur wewenang (pengabdian) tersebut.

Dalam kehidupan Israel lama, anak laki-laki diasuh oleh ibunya sampai usia tiga tahun. Setelah itu, anak laki-laki akan mendampingi ayahnya di ladang. Namun, anak perempuan tetap mendampingi ibunya. Pendidikan semacam ini mengutamakan tugas dalam konteks rumah tangga, dan sekaligus merupakan persiapan menuju pernikahan yang stabil. Disamping pendidikan praktis tersebut, mereka pun harus belajar mengesakan Allah karena Allah adalah penjamin kebahagiaan hidup mereka.

Anak-anak tidak akan berbahagia dan makmur atas usaha mereka sendiri. Kemakmuran semata-mata pemberian Allah yang bersyarat, yaitu bahwa tugas dan tujuan hidup mereka adalah untuk memuliakan Allah melalui keutuhan hidup berkeluarga.

SITUASI DAN KONDISI SAAT INI

Keluarga Kristen senantiasa dihadapkan kepada masalah-masalah karena dunia tidak menghiraukan kehendak Allah. Banyak orang mencari keinginannya sendiri-sendiri sehingga membuahkan kekacauan yang sesuai dengan pola hidup yang mereka anut. Pola hidup dan pengharapan orang berdosa berlawanan dengan kehendak Allah. Sikap hidup yang sesuai dengan kehendak Allah akan menempatkan kita pada sebuah perlawanan tersebut. Kita akan selalu diserang dari segala penjuru. Serangan-serangan tersebut terasa berat sekalipun  bagi orang-orang yang sudah dididik secara Kristen sejak kecil, apalagi bagi orang yang baru percaya kepada Yesus. Namun jika kita memahami firman Allah dan berusaha untuk hidup sesuai dengan rencana Allah bagi kita, kita seharusnya sadar bahwa dimana pun kita berada kita dapat menikmati kebahagiaan yang sejati.

Mereka yang selam ini terbiasa tidak menghiraukan Allah dalam kehidupannya memerlukan masukan yang terus menerus dari firman Allah serta kesadaran tentang hal-hal yang tidak diperkenankan Allah untuk menghapuskan mental lamanya. Hanya firman yang murni serta sikap tegas yang mampu mengusir masukan duniawi yang tetap hadir dalam ingatan dan kebiasaan tersebut. Hal itu hanya mungkin karena Roh Allah bersedia memampukan kita.

TEORI PEMBENTUKAN WATAK

Tiga golongan yang berperan dalam pembentukan kepribadian dan tata nilai anak adalah orang tua, guru pendidik dan lingkungan. Masing-masing berperan pada golongan usia tertentu.
  1. Dari rahim sampai dengan usia usia 7 bulan.
  2. Usia 7 bulan sampai dengan +/- 5 tahun.
  3. Usia 5 tahun sampai menjelang masa remaja.
  4. Masa remaja.
Hampir tidak ada sifat atau sikap yang masih dapat dibentuk di atas keempat kurun waktu tersebut, kecuali bagi masalah -masalah yang belum sempat disaksikan atau dialami.

Beberapa penjelasan mengenai perkembangan anak :
Watak 
Watak dibentuk mulai dari rahim, dan hampir tuntas di bawah usia lima tahun (balita). Oleh karena itu, hampir seluruh watak/kepribadian anak dibentuk di bawah asuhan orang tua. Guru sekolah belum terlibat. Pengertian anak tentang tugas hidup (role concept) mulai dibentuk pada masa tersebut berdasarkan apa yang disaksikan di lingkungan terdekatnya.
Tata Nilai
Anak balita sangat egosentris, apa yang dianggap baik bagi dirinya dianggap baik bagi semua. Etika dan moralitas terbentuk terutama selama tahun-tahun pertama di sekolah, sebelum menginjak masa remaja. Selama masa itu orang tua mempunyai peran utama dan guru sebagai sumber sekunder. Guru adalah wakil orang tua dan bertugas  menunjang pembentukan yang sudah dan sedang berlangsung di rumah.
Masa Remaja
Pada masa tersebut dunia anak meluas. Pemikirannya mulai kritis, misalnya anak remaja dapat mengomentari sikap dan tindakan orang tuanya. Anak remaja lebih suka mencari orang baru yang dituakan untuk diteladani (favorit). Anak remaja sudah menemukan sumber-sumber keteladanan yang baru dan lebih disukai.

TUGAS ORANG TUA

Budi pekerti anak mulai dibentuk sebelum anak dapat berbicara. Bahkan, sebagian dari kepribadiannya terbentuk di dalam rahim. Secara kimiawi, sikap ibu yang hamil dan suasana di rumahnya sudah mempengaruhi arah pembentukan kepribadian. Pengenalan anak kepada kedua orang tuanya dimulai di rahim karena fungsi pendengaran sudah terbentuk dan dapat digunakan untuk mengenali suara-suara yang sering didengarnya.

Pada usia tujuh bulan, anak mulai bermasyarakat. Anak mulai membedakan orang yang satu dengan yang lainnya. Ia mencontoh sikap dan sifat orang tuanya. Perlakuan orang tua kepada anak yang baru lahirlah yang memberikan pengaruh tersebut.

Para psikolog dan konselor menganalisis tugas orang tua pada masa pembentukan watak anak dari sudut kebutuhan dasarnya. Misalnya, James Dobson membahas harga diri sebagai kebutuhan yang utama, kebutuhan pengenalan diri (identitas), terutama pengenalan diri sebagai laki-laki atau perempuan, dan kebutuhan untuk disiplin diri. Paul Meier membahas betapa pentingnya pengenalan diri sebagai laki-laki atau perempuan. Coppes membahas kebutuhan anak untuk belajar menyangkal diri. Ketiga pakar itu memberikan banyak petunjuk yang berfaedah dalam mengajar dan mendisiplinkan anak.

Namun apakah kita dapat menerima bahwa keempat kebutuhan tersebut merupakan dasar dari kesehatan mental dan kelakuan yang wajar?

Penerapan nasihat dari para ahli memang bermanfaat. Namun dari sudut pandang negatifnya, apa saja yang berdasarkan usaha atau hikmat manusia sendiri akan bersifat sementara, misalnya "harga diri". Seorang yang membanggakan dirinya atas sesuatu kelebihan, seperti kecantikan atau karena menjuarai di bidang olahraga akan segera kehilangan dasar kebanggaan itu ketika wajah cantiknya mengerut dan sang juara dikalahkan oleh orang lain. Dalam hal ini, seseorang dihargai jika tetap cantik atau selama ia menang terus.

Pengertian orang yang tidak mengenal Yesus akan terbatas pada hal-hal tersebut atau pada dasar lain yang menekankan usaha dan kebaikan manusia. Namun sebagai orang Kristen, kita memiliki dasar harga diri yang sempurna. Kehidupan anak yang berpusatkan Yesus Kristus tentunya akan lebih berbahagia karena di dalam Yesus segala kebutuhannya terpenuhi.

Sumber : Teologi Pendidikan Anak oleh W. Stanley Heath

Tidak ada komentar: