Minggu, 22 Mei 2011

PEMULIHAN WAJAH KEHIDUPAN


Pertanggunganjawaban umat Kristen di lapangan sosial didasarkan atas aktivitas yang mahabesar dari Allah, yang menjelma dalam Tuhan Yesus Kristus. Ia telah menciptakan suatu hubungan yang hidup dengan umat manusia dan memberikan kepadanya suatu perjanjian dan perintah. Perjanjian bahwa barang siapa yang memenuhi panggilanNya akan memperoleh kehidupan dari Allah. Perintah bahwa manusia harus mengasihi sesama manusianya. Dalam panggilan melakukan usaha-usaha sosial yang bertanggungjawab, kita diharuskan oleh Allah melihat dalam tiap sesama manusia, Kristus sendiri. Sebagai jawaban atas pengasihan Tuhan dan keinsyafan akan HukumNya, umat Kristen bertindak sebagai orang yang bertanggungjawab. (sidang raya gereja se-dunia -evanston 1954)

Konteks kehidupan sosial -manusia yang bersosialisasi dengan segala aktivitasnya- tidak dapat melepaskan dirinya dalam kaidah norma dan standar spiritualitas yang diajarkan kepada manusia (dalam hal ini adalah semua agama). Dengan demikian kita telah memiliki landasan kuat dalam segala tindakan-tindakan kita untuk memulihkan wajah kehidupan. Hal ini juga merupakan motivasi yang kuat bagi kita semua untuk menghilangkan (dapat juga dikatakan "menghancurkan") tembok-tembok yang mengungkung akal pikiran kita serta mengembangkan sikap peduli yang lebih universal.


Kedatangan Kristus ke dunia membawa misi untuk memperbaharui hubungan yang sudah terputus akibat dosa antara Allah -Sang Pencipta- dengan Manusia -yang diciptakan- melalui pengorbanan dirinya, sepatutnya hal ini dapat dipahami sebagai kebenaran universal -tidak berlaku hanya untuk orang-orang Kristen saja- yang dapat diterima (bukankah agama-agama di Indonesia memahami keberadaan Tuhan yang Maha Esa).

Ke-Esa-an Tuhan -yang dianut oleh semua agama di Indonesia- seharusnya dapat menjadi pintu masuk kepada kebersamaan hidup beragama maupun bernegara, kemajemukan yang saling melengkapi dan memberikan kekuatan yang besar untuk mewujudkan 'BHINEKA TUNGGAL IKA' serta menjadi teladan bagi dunia luar untuk dicontoh. Indonesia menjadi 'melting pot' untuk semua agama dan kepercayaan di mana seluruh umat saling menghargai dan mengasihi berlandaskan ke-esa-an Tuhan.

Dalam konteks partisipasi aktif umat yang setara dan saling menghargai, maka terminologi kelompok mayoritas dan minoritas sudah tidak relevan lagi. Jika pun hal itu ada, maka sebaiknya kelompok mayoritas  lebih berperan sebagai pengayom dan mau memperhatikan kepentingan bersama ketimbang memaksakan kepentingan sendiri saja atau bertindak arogan dengan menekan kelompok yang lemah, begitu juga sebaliknya dengan kelompok minoritas mampu memberikan peran yang maksimal sebagai penyeimbang dan sepadan.

Melalui keteladan Yesus Kristus, kita -seharusnya- mampu merefleksikan kasih yang tulus,memancarkan terang kebenaran serta meleburkan diri untuk membawa pengaruh bagi kehidupan manusia yang lebih baik. Tidak ada hal yang mustahil atau pun terlalu sulit bagi kita jika bersama-sama mengembangkan sikap-sikap positif, konstruktif dan tanpa prasangka dalam mewujdukan kehidupan bersama.

Masa depan dibentuk dari pola pikir dan tindakan kita hari ini. Memulai dari sesuatu yang sederhana, praktis namun konsiten dan berkelanjutan (inilah benih-benih transformasi) diharapkan proses menuju PEMULIHAN WAJAH KEHIDUPAN menjadi realistis dan mungkin untuk diwujudkan (ts).

Tidak ada komentar: