Selasa, 31 Mei 2011

NAMANYA JUGA GOSIP!!!

Gosip atau ber-gosip telah menjadi gaya hidup bagi sebagian orang yang merasa perlu (bisa juga lho sebuah kebutuhan) untuk beraktualisasi dengan orang-orang lain, terlebih saat ini ada berbagai macam media ataupun tempat yang memberikan kesempatan untuk ber-gosip ria. 

Sejauh pengalaman saya -sebagai pelaku dan pendengar- gosip, tempat yang berpotensi munculnya 'aktivitas' gosip adalah; sekolah taman bermain (play group), tempa kerja, tempat ibadah, restauran/rumah makan dan lingkungan sekitar rumah. Pelaku gosip tidak didominasi oleh kaum wanita saja, saat ini kaum pria juga adalah pelaku gosip dan sumber gosip yang tak kalah hebatnya, pokoknya minimal ada dua orang berkumpul maka setan gosip mulai bekerja dengan giat tanpa kenal lelah!

Apa sajakah yang menjadi bahan gosip? tentu saja banyak! yang paling sering dibicarakan tentu saja prilaku seseorang yang kita kenal (tidak jarang juga orang-orang yang tidak dikenal sama sekali!) mulai dari pembantu yang dianggap tidak becus bekerja, atasan yang menuntut macam-macam, pasangan yang suka bikin kesal, teman atau tetangga yang tidak disukai.

Oh ya, hampir saya lupa, namanya juga gosip tentu saja tidak bisa dijamin kebenarannya, kalaupun benar seperti fakta yang terjadi, biasanya sudah ditambah-tambahkan atau bisa juga mengalami distorsi dan akhirnya  informasinya menjadi tidak dapat dipercaya he...he..he.. 

Yang jadi pertanyaan sekarang apakah kegiatan ber-gosip itu adalah hal yang biasa-biasa saja, artinya tidak jadi masalah apabila kita bergosip ria (termasuk pencetus gosip)? Tidak gampang menjawab pertanyaan ini (karena yang nulis blog ini juga pernah bergosip dan memulai gosip..wah gawat nih ha..ha..ha..). Saya berpendapat bukan boleh atau tidaknya bergosip, tetapi perlu dipikir ulang ketika kita membuka -dan mendapat- kesempatan bergosip dengan 'partner' gosip kita.

Pertama, apakah ada manfaat langsung yang positif ketika kita bergosip? Sepertinya sih sedikit... atau bisa dibilang juga samasekali tidak ada (coba deh bandingkan dengan Mazmur 1:1). Kedua, seringkali ketika bergosip situasinya serba tertutup dan terbatas pada beberapa orang teman yang dapat kita ajak bergosip, nah kalau begitu jadinya kita sudah digolongkan menjadi sekolompok orang mendirikan 'tembok' pikiran yang berprasangka tanpa fakta yang jelas dan terpercaya alias tukang bohong. Ketiga, orang yang digosipkan (korban) sudah barang tentu kita hakimi tanpa sempat dia berbicara untuk mengklarifikasi, padahal kita ini tidak memiliki kewenangan untuk menghakimi (jika boleh jujur saya dan anda juga pasti tidak mau dihakimi sepihak bukan?). Keempat,  realitas yang mengerikan adalah kita menjadi manusia yang munafik, kenapa? Jujur saja (ini pengalaman pribadi lho) selesai meng-gosip-kan teman kerja yang punya sikap aneh kepada teman-teman yang lain,  tidak lama setelah itu kita masih berbicara orang yang sudah kita gosipkan! Dasar manusia memang hipokrit! Kelima, membicarakan kebiasaan orang lain -lebih banyak sih kejelekan orang lain- tanpa disadari justru hal itulah yang menelanjangi sifat buruk kita di depan orang lain.

Saat menulis -dan membaca- artikel ini, saya menyimpulkan bahwa saya tidak terlepas dari kelemahan untuk membicarakan hal-hal yang kurang pantas mengenai orang lain kepada orang-orang yang tidak sepantasnya. Terlebih ketika saya menyadari hakekat hidup ini untuk berbuat baik -termasuk didalamnya berkata-kata- sudah semestinya kita tidak lagi terikat kepada hal-hal negatif dan lebih fokus kepada usaha-usaha memiliki karakter manusia yang seutuhnya.

Tidak ada komentar: